Jumat, 17 September 2010

Rainfall for My Lovely


Hujan turun deras, membuat aku menunda kepulanganku ke rumah. Sudah jam setengah 7 malam. Tapi hujan tetap tak kunjung reda juga. Aku hanya mampu memandangi setiap rintikan air hujan yang turun. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, ternyata dari dia. Orang yang aku sayang. Dia menanyakan keadaanku, aku tau nadanya mengkhawatirkanku karna aku belum pulang, hujan turun deras, aku tak membawa payung, dan dia tak bisa menjemputku.
"Udah pulang ?" katanya terdengar khawatir.
"Belum" jawabku singkat.
"Kenapa ? Bawa payung kan ?"
"Enggak."
"Kalo gitu Abs bawaiin payung ea, tunggu bentar jangan kemana-mana ! Ujannya gede banged."
 Sebetulnya aku sudah menolak permintaannya itu. Namun dia tetap memaksa. Itulah Abs, selalu melakukan apa yang dia anggap benar. Aku menunggunya, khawatir juga padanya. Karna malam ini dia harus menjemputku dengan kendaraan umum. Motornya rusak sejak beberapa hari yang lalu.
Aku akui, setiap hari aku betul-betul merindukannya, berharap agar semua ini tidak pernah terjadi. Satu kebiasaan yang hilang membuat diriku merasa kehilangan.

Tak lama Abs pun datang, tubuhnya basah kuyup, dia tak menggunakan payung. Dan betapa kesalnya hatiku saat melihat Abs seperti itu, Apa dia tak berpikir, dia tak membiarkan air hujan membasahiku tapi dia membiarkan air hujan membasahinya. Dan tak mungkin sepertinya jika dia harus naik kendaraan umum dengan keadaan basah seperti itu. Lalu dia memutuskan untuk jalan ke rumah dan menyuruhku naik kendaraan umum sendiri. Lagi-lagi jalan pemikiran yang rumit. Seharusnya dia tahu aku tak akan mau melakukan hal itu. Beradu pendapatlah kami. Dan terjadilah pertengkaran kecil ini.

Dia berjalan sendiri berlawanan arah dengan jalan yang akan aku lalui. Aku melihatnya pergi sambil memegangi payung yang dia berikan untukku. Semakin lama dia menjauh dari pandanganku. Gelapnya malam membuat dia tak nampak jelas. Lalu aku pun memutuskan untuk mengikuti langkahnya.
Tiba-tiba handphoneku berdering. Panggilan masuk dari Abs tertera di layar handphoneku. Aku mengangkatnya, ternyata dia melihatku mengikutinya dari kejauhan.
"Mau kemana ?" tanyanya.
"Mau pulang." jawabku dengan nada datar.
"Mau bareng rieku ea pulangnya ?"
"Enggak, kata sapa !"
"Jadi gk mau bareng nih, terus kenapa gk pulang ? Arah pulangnya kan kesebelah sana.Kenapa gk naik angkot ?" nadanya terdengar seperti sedang menggodaku.
"Gak, aku mau jalan ajh."
"Rieku tunggu ea."
Telponnya dimatikan.
Aku semakin mendekat ke arahnya. Lagi-lagi seperti drama romatic.Jika aku ingat kejadian tadi, aku  tertawa kecil. Hujan deras, seorang pria membawakan payung untukku sembari diguyur air hujan. Mungkin itu bukti pengorbanan dia untukku. Lalu kami bertengkar ditengah derasnya hujan malam. Dan sekarang kami berjalan kaki pulang ke rumah melawan sang hujan.

Sepanjang jalan kami tertawa dan berbincang. Hingga ada sesuatu yang mengingatkanku pada kekesalanku yang tadi. Dan aku kembali marah. Pertengkaran itu kembali terjadi. Kali ini kesabaran Abs untukku telah habis. Dia betul-betul marah saat aku memutuskan untuk berjalan sendiri tanpanya. Dia tak mengikutiku walaupun aku berharap seperti itu.

Ditengah hujan deras dan gelap malam aku berjalan sendiri, pandanganku hanya tertuju pada apa yang ada dihadapanku. Sorotan lampu terkadang menyinari tubuhku. Dan sesekali di sepanjang jalan ditemani hilir mudik kendaraan. Yang aku pikirkan hanya satu tujuan. Rumah Abs.

Aku tak tau apa yang aku rasakan saat ini. Aku hanya ingin melepaskan kesedihanku yang telah tertabung sejak beberapa hari yang lalu. Sejak hilangnya kebiasaan Abs yang selalu dilakukannya padaku.
Setelah kususuri jalan Banda, jalan Aceh, jalan Cendana, akhirnya aku sampai juga di jalan Manglite 39 di depan rumah Abs, rasa lelah itu tak terasa sedikit pun. Kusimpan payung dan beberapa gantungan kunci yang bertuliskan Rieku - I LOVE Her - Fuku - Fuku - I LOVE Him - Rieku di depan pintu pagar rumahnya. Aku melihat cahaya lampu dari ruang tamu Abs. Mungkin Abs telah pulang. Tak lama aku mendapatkan pesan singkat darinya.

Lngsung pulang jgn kemna mna dlu.

19:07:43
17-09-2010

Aku tak membalas. Tak lama handphoneku berdering kembali. Abs yang menelpon rupanya. Aku sengaja tak menjawab telponnya. Setelah agak jauh dari rumahnya aku menjawab telponnya.
"Lagi dimana ?"
"Payung udah aku simpen di depan rumah."
Lalu aku menutup telpon. Aku kembali berjalan dan  berhenti ditepi jalan untuk menunggu angkutan umum yang datang. Cukup lama aku menunggu angkutan umum jurusan Kalapa-Aceh di sebrang lapang Supratman dekat SD Ciujung. Lalu apa yang aku tunggu akhirnya datang, ketika aku akan memasuki pintu angkutan umum seseorang memanggilku dari belakang. Saat ku tengok Abs berlari menghampiriku, aku tak peduli denganya lalu aku melanjutkan naik angkutan umum dan ternyata Abs ikut masuk bersamaku. Sepanjang perjalanan dalam angkutan umum aku seperti tak mengenalnya. Kami tak saling bicara ataupun melihat.

Ketika penumpang angkutan umum semakin berkurang hanya tinggal aku, Abs, dan pak sopir, Abs memulai pembicaraan dan meminta maaf atas kejadian tadi. Entah mengapa perasaan kesal itu masih ada dihatiku. Padahal sudah jelas Abs ini semua tak sepenuhnya kesalahan Abs justru aku yang lebih banyak salah. Tapi inilah sifat burukku, terlalu sulit untuk memaafkan kesalahan orang lain. Maafkan aku Abs.

Kami membicarakan apa yang sebetulnya jadi masalah tadi. Dan kami mencoba untuk dewasa dalam menyelesaikan masalah tadi. Tapi aku terlalu arogant untuk menghargai pasanganku. Hingga akhirnya Abs membuat semua emosiku keluar, dan aku mengucapkan kata yang salah. Lalu aku tertawa. Dan Abs memegang kepalaku.
"Gak aneh, udah ea chayank rieku juga tau apa eant fuku bilang itu cemuanya cuma emosi doank. Rieku tau fuku chayang bnged ama rieku. Fuku gk mau riekunya kenapa-kenapa kan ? Fuku mank baik niatnya mau ngasih tau rieku. Tapi gak kayak gitu caranya. Kan rieku udah bilang, boleh protes tapi gak boleh sambil bentak-bentak atau marah-marah."
"Ea abis riekunya susah dikasih taunya, coba ikutin kata fuku tadi gak usah jemput kan gak akan berantem."
"Ssssttttsssss, udah. Kita pulang yu udah malem."
"Gak mau riekunya jahat, masa pacarnya dibiarin jalan cendiri. Kalo fukunya kenapa-kenapa gimana ?"
"Oiaia, udah ea cup cup cup. Maafin rieku ya buad hari ini."
"Iah, maafin fuku juga."

Semudah itulah kami bertengkar dan bermaafan. Manusia punya dua sisi kepribadian. Terlihat jelas saat dia mengutamakan keegoisan atau mengikuti perasaan. Tutur kata, ucap, dan sikap. Serta apa yang dia lakukan.
I LOVE YOU IONK...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar